Welcoming myself back on WordPress!

Hi, there!

Yaampun, sudah lebih dari 4 tahun saya ninggalin blog ini. Sejak pindah ke Tumblr, fix jadi gak ngelirik-lirik ini lagi. Tapi karena saat ini saya begitu kangeeeen nulis apapun itu. Nulis diary masih tetep sih sampe hari, tapi kangennya ini kangen nulis di blog dan sampai sat nulis ini kubelum nemu cara untuk membobol Tumblr yang diblokir pemerintah Indonesia. Well, ada faedahnya juga sih Tumblr diblokir, saya jadi ngakses WordPress setelah sekian lama. Haha. Jadi benarlah adanya pepatah yang bilang bahwa di setiap keadaan tidak megenakkan, akan selalu ada sisi baiknya. Okelah, sekianlah ya  sapa-sapa kali ini. Lumayanlah untuk mengingatkanku di kemudian hari. Hehe.

 

Kisses & hugs,
Dian Maya

New muse on March

Kalo mau merunut postingan saya kemarin, seharusnya hari ini saya sudah memegang novel Dirty Little Secret – AleaZalea, tapi karena di dunia ini tak ada yang pasti, maka keinginanku harus tertunda dulu. Manusia boleh berencana, berangan-angan sampe bermimpi, namun pada akhirnya keadaan lah yang menentukan. Jadi karena sesuatu & lain hal, kali ini saya belum dapetin novel inceranku, tapiiiii sebagai gantinya, si pacar ngasih saya parfum baru yang wanginya bikin cowok-cowok pada bertekuk lutut. Hahahhaha.

image

Kencan yang manis.
Bulan baru yang manis.
Semoga manis hingga penghujung. 😀

Challenge is accomplished. Hore!

Begitu membuka mata pagi tadi, hal pertama yang kepikiran adalah “ah…hari terakhir Februari.”
Rasanya bulan ini panjang sekali. Selain hari Minggu, tak ada tanggal merah sehari pun. Bosannya minta ampun. Seandainya bulan ini tidak saya isi dengan memenuhi tantangan dari pacar, mungkin saya akan mati kebosanan menunggu habisnya bulan ini.

Ngomong-ngomong soal tantangan, alhamdulillaaaah tantangannya sudah saya selesaikan. Di antara kerjaan yang bikin bosan setengah mampus, saya bisa juga memenuhi tantangan yang tadinya saya pikir akan impossible rasanya mengingat cuma 2 minggu terakhir saya saya punya waktu. Karena weekend pertama saya nunda-nunda, trus weekend kedua saya nikahan sepupu. Jadilah saya mulai membaca pas weekend di minggu ketiga. Sempat ngos-ngosan sih. Baru pertama kalinya saya baca 6 novel dalam sebulan. Dikasih tenggat waktu pula!

Tapi, yang namanya pecinta chicklit, novel-novel kisah cinta kayak gitu mah bukan perkara sulit. Gampanglah ya buat dituntaskan. Hahaha. Jadi, insya Allah weekend besok, saya akan dapat novel baru AleaZalea. Horeee!

London: Angel

image

Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 327 halaman
Cetakan Pertama, 2013
Rating: ★  ★  ★  ★  ★

Tidak salah rasanya ketika saya memutuskan untuk menyisakan London sebagai destinasi terakhir dalam seri Setiap Tempat Punya Cerita. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Saya tahu betul, sama seperti novel-novel terdahulunya, Orange dan Memori, saya akan jatuh cinta lagi pada tulisan Windry Ramadhina yang ini. Dan itu terbukti setelah saya menuntaskan London. Jauh melebihi ekspektasi saya malahan.

Saya suka cara bertuturnya yang gelap & sendu, sangat pas mewakili kota London yang muram diselimuti hujan gerimis. Saya suka dibawa ‘keliling’ London.  Sungai Thames, The Piper, London Eye, Tate Modern, Fitzroy Tavern, dan masih banyak lagi.

Sejujurnya semakin membuka halaman London, saya semakin dibuat kebingungan akan dibawa kemana ceritanya. Akan seperti apa kisah ini berakhir nantinya. Ide cerita ‘sahabat yang jatuh cinta pada sahabatnya sendiri’ sudah sangat teramat basi. Namun, seperti biasa, Windry Ramadhina selalu sukses mengemas sesuatu yang  basi menjadi ‘segar’ kembali. Saya suka eksekusi yang ia pilih untuk Gilang dalam novel ini. Saya menyukai perasaan saya ketika menyelesaikan novel ini. Hangat. Lega. Bahagia. Bercampur aduk. Intinya, saya selalu suka apapun yang ditulis Windry Ramadhina.

Pertanyaan kenapa saya bermurah hati memberi ★  ★  ★  ★  ★ untuk novel ini akan terjawab setelah membaca sendiri novelnya dan merasakan sensasi yang diciptakan Windry Ramadhina. 😛

“Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya.”

Oke, sebelum mengakhiri perjalanan berkeliling dunia melalui seri Setiap Tempat Punya Cerita, saya cuma bisa berdoa semoga kelak Tuhan memberi saya umur yang panjang dan rezeki melimpah biar bisa mengunjungi kota demi kota yang telah saya baca sebulan ini. Dan semoga harapan untuk berkeliling di kota-kota tersebut bisa terwujud bersama pasangan saya kelak. Aamiin. 🙂

Tokyo: Falling

image

Penulis: Sefryana Khairil
Penerbit: Gagas Media
Cetakan Pertama, 2013
Tebal: 337 halaman
Rating: ★  ★  ★

Tokyo selalu menjadi kota impian saya. Kota impian kedua setelah New York. Saya selalu membayangkan suatu hari di musim dingin dengan berbalut rain coat, sarung tangan dan sepatu boots saya berjalan di bawah salju merasakan hawa dingin yang masuk hingga tulang-tulang. Naik kereta bawah tanah dan berbaur dengan hiruk pikuk kota Tokyo. Saya menyukai masyarakatnya yang padat dan ramai namun tetap tertib dan ramah. Semoga kelak Tuhan mewujudkan impian saya menginjakkan kaki di kedua kota impian saya itu. Aamiin.

Ini adalah sekian kalinya saya membaca novel dengan setting kota Tokyo. Dan semakin saya baca, semakin saya bermimpi untuk mendatangi negeri Sakura. Oke, silahkan tertawakan imajinasi saya.

Berbeda dengan buku Sefryana Khairil sebelumnya, Tokyo memiliki alur yang mudah ditebak di awal cerita. Kisah cinta klasik dua orang asing yang tak sengaja bertemu kemuadian jatuh cinta di negara asing pula. Namun demikian saya suka pertemuan pertama kedua tokoh utama ini. Dan saya berterima kasih pada Sefryana Khairil untuk penjelasannya yang begitu rinci mengenai berbagai tempat di Tokyo. Berjalan-jalan di sekitar Odaiba, hotel tempat Thalia menginap. Festival Tanabata, Gojunoto, Kuil Sensoji, Gunung Fuji, Rainbow Bridge,  dan pastinya Tokyo Sky Tree yang belakangan jadi icon Negara Jepang.

Terlepas dari semua tempat yang dikunjungi Tora dan Thalia dalam novel ini, saya suka chemistry yang dibangun antara kedua tokoh utama ini. Saya suka karakter Tora yang cuek tapi sebenarnya peduli. Saya juga suka Thalia manis tapi ceroboh. Untuk ending sendiri, penulisnya  memilih  menggunakan open ending jadi terserah pembaca mau mereka-reka seperti apa.

“Mungkin ada kalanya cinta butuh jarak. Bukan untuk berpisah, tapi untuk menguji besarnya cinta itu sendiri.”

Saya memberi  ★  ★  ★ untuk Tokyo karena saya menikamati ‘berkeliling’ Tokyo bersama Tora dan Thalia, sayangnya saya kurang menikmati ide ceritanya yang—errr menurut saya, berkesan sinetron.

Paris: Aline

image

Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Gagas Media
Cetakan pertama, 2012
Tebal: 224 Halaman
Rating: ★  ★  ★ 

Benarlah adanya orang-orang yang menjuluki Paris sebagai kota paling romantis sedunia. Saya setuju dengan mereka. Dari sekian banyak buku yang mengambil setting kota Paris, hampir semuanya berakhir indah. Entah itu novel teenlit bahkan sampai novel dewasa.

Saya sendiri gak pernah nyangka akan se-exited ini setelah baca Paris, padahal saya ingat betul awalnya  saya sempat ogah-ogahan ketika membuka novelnya dan sempat malas-malasan memulainya. Karena waktu itu saya mikir, setting kota Paris rasanya sudah sangat pasaran. Begitu banyak penulis yang menggunakannya, pasti inti cerita akan sama pada akhirnya.

Namun saya keliru. Begitu masuk ke prolog, saya seperti disihir. Saya suka ide cerita yang digunakan Prisca Primasari. Unik dan bisa dibilang— aneh. Namun justru itulah kelebihan novel ini. Karakter si tokoh cewek, Aline, sangat membumi. Kita bisa menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam dirimu sendiri. Hal lain yang menjadi daya tarik novel ini karena dialog tokoh-tokohnya yang begitu renyah. Penjelasan mengenai kota Paris yang begitu detail dan bumbu ceritanya yang begitu pas. Jangan tanyakan ending-nya seperti apa. Karena itu adalah salah satu bagian favorit saya.

“Ada beberapa hal yang sangat layak untuk dinanti, ketika aku percaya sepenuh hati bahwa semua itu takkan berbuah sia-sia”

Well, ketika menyelesaikan kisahnya, saya sebenarnya gak rela menutup novel ini. Rasanya petualangan ke Paris bersama Aline belum cukup. Belum puas. Kurang tebal. Saya masih ingin membuka halaman demi halaman. Masih ingin berlama-lama dengan Aline dan Sena. Masih ingin menikmati kebersamaan mereka berdua. Paris sendiri saya kasih ★  ★  ★    karena sukses bikin saya senyum-senyum sendiri setelah menutup novelnya.

A girl and a booklover. That's all.